Popular Posts

Minggu, 12 Februari 2017

Bentuk-bentuk tajdid dalam muhammadiyah



Bentuk-bentuk tajdid dalam muhammadiyah dapat di kategorikan kedalam tiga bidang yaitu :
1.      Bidang keagamaan
Pada bidang sesunngguhnya menjadi pusat seluruh kegiatan Muhammadiyah. Apa yang dilaksanakan di dalam bidang lainnya tak lain dari dorongan keagamaan semata-mata.Dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran tambahan lain.
 Pembaharuan dalam bidang kaagamaan adalah memurnikan kembali atau mengembalikan kepada aslinya, oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik yang menyangkut akidah atau pun ibadah harus sesuai dengan aslinya, yang sebagai mana diperintahkan dalam Al-Qur’an dan as sunah. Pembaharuan teologi yang dilakukan muhammadiyah meliputi : dimensi kelasyarakatan, agar islam tetap berada di tengah tengah masyarakat bahkan dapat memiliki kontribusi yang sangat positif dalam memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan. Muhammadiyah secara teologis bedasarkan islam yang berkemajuan, namun secara sosiologis memiliki korelasi dengan konteks hidup umat islam dan masyarakat indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Muhammadiyah berorientasi pada kemajuan dalam pembaharuannya, yang mengarahkan hidup umat islam untuk beagama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Dalam masalah akidah muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah islam yang murni, bersih dari gejala kemusyrikan, bid’ah dan curafat tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut islam. Sedangkan dalam ibadah, muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasullah tanpa perubahan dan tambahan dari manusia.
Usaha permurnian yang dilakukan muhamaadiyah terhadap keadaan keagamaan yang tampak dari serapan berbagai unsur kebudayaan yang ada di indonesia yaitu :
a.       Penentuan arah kiblat dalam sholat, yang sebelumnya      mengarah    tepat ke arah barat.
b.      Penggunaan perhitungan astronomi dalam menentukan awal dan akhir bulan romadhon ( hisab) sebagai kebalikan dari pengamatan perjalanan bulan oleh petugas agama.
Dalam masalah hisab dan ru’yah sebagaimana dijelaskan pususan tarjih berpuasa dan idul fitrah itu dengan ru’yah dan tidak berhalangan dengan hisab yang memiliki hadist diriwayatkan oleh bukhari bahwa Rasulullah saw. Bersabda : “berpuasalah karena melihat tanggal dan berbukalah karna melihatnya. Maka bila mana tidak terlihat olehmu, maka sempurnakan bilangan bulan sya’ban tiga puluh hari’. Apabila ahli hisab menetapkan bahwa bulan belum tampak (tanggal) atau sudah wujud tapi tidak kelihatan, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga manakah yang mu’tabar. Majelis tarjih memutuskan bahwa ru’yalah yang mu’tabar. Menilik hadist dari Abu Hurairah r.a. yang berkata bahwa Rasulullah bersabda; “berpuasalah karna kamu melihat tanggal dan berbukalah (berlebaranlah) karna kamu melihat tanggal. Bilaman kamu tertutup oleh mendung, maka sempurnakanlah bilangan bulan sya’ban 30 hari”. (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
c.       Menyelenggarakan shalat bersama di lapangan terbuka pada hari raya islam, idul fitri dan idul adha, sebagai ganti seperti sholat yang serupa dalam jumlah jamaah yang lebih kecil, yang diselenggarakan di masjid
d.      Perngumpulan dan pembagian zakat fitrah dan kurban pada hari raya tersebut diatas, oleh panitian khusus, mewakili masyarakat islam setempat, yang dapat dibandingkan sebelumnya dengan memberikan hak istimewa dalam persoalan ini pada pegawai tau petugas agama( penghulu , naib, kaum, modin dan lain sebagainya)
e.       Penyampaian kutbah dalam bahasa indonesia/daeerah, sebagai ganti dari penyampaian khutbah dalam bahasa arab.
f.       Penyerderhanaan upacara dan ibadah dalam upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan pemakaman, dengan menghilangkan hal hal yang bersifat politheistis.
g.      Penyerderhanaan makam yang semula dihiasi secara berlebihan
h.      Menghilangkan kebiasaan berjiarah kemakam-makam orang suci (wali) i.
i.         Membersihkan adanya berkah yang bersifat ghoib, yang dimiliki oleh beberapa kiay terteentu, dan perngaruh ekstrim pemujaan terhadap mereka.
j.         Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dan wanita dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan.

2.      Bidang pendidikan
Dalam bidang ini Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata. Bagi Muhammdiyah pendidikan memiliki arti yang penting dalam penyebaran ajaran islam, karena melalui bidang pendidikan pemahaman tentang islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi kegenerasi. Pembaharuan dari segi pendidikan memiliki dua segi yaitu
a.       Segi cita-cita dari segi ini ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, dan bersidia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
b.       Segi teknik pengajaran dari segi ini lebih banyak berhubungan dengan cara penyelenggaraan pengajaran.

3.      Bidang kemasyarakatan
Muhammadiyah merintis bidang kemasyarakatan dengan:
a.       Mendirikan rumah sakit modern, lengkap dengan segala perlatannya, mendirikan balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotik, dan sebagainya.
b.      Mendirikan panti asuhan anak yatim batik putera maupun putri untuk menyatuni mereka
c.       Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak mempublisir majalah, surat kabar, brosur dan buku-buku yang sangat membantu menyebarluaskan faham-faham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan islam.
d.      Pengusahaan dana dan bantuan hari tua
e.       Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang tuntutan ilahi.

4.      Bidang politik kenegaraan
Muhammadiyah bukan organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Namun dalam kenyataanya perjuangan muhammadiyah pada zaman penjajahan di golongkan dalam politik kenegaraan seperti pada masa pemerintahan kolonial belanda yang menetapkan agar semua binatang yang dijadikan “qurban” harus dibayar pajaknya. Hal ini ditentang muhammadiyah dan akhirnya berhasil di bebaskan dan masih banyak lagi perjuangan muhammadiyah yang termasuk golongan politik kenegaraan pada zaman penjajahan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar